Hari Toleransi Internasional
Post by: Admin

HARI TOLERANSI INTERNASIONAL

Jakarta, 19 November 2016 -

Nelson Mandela berkata, manusia tidak terlahir dengan kemampuan membenci. Jika ada kebencian, itu karena manusia belajar membenci. Tetapi jika manusia bisa belajar membenci, bukankah terlebih ia dapat belajar mencintai? Karena pada hakikatnya cinta merupakan sesuatu yang lebih alamiah dalam diri setiap manusia. Tetapi kebencian mengokohkan sekat-sekat prasangka, terutama bila menggunakan keragaman ras dan agama sebagai alat. Membuat kita lupa bahwa keragaman adalah realitas sekaligus kekuatan. Kami masih meyakini bahwa ruang-ruang pendidikan bukanlah tempat bagi kebencian, tapi disanalah prasangka diretas dan harmoni perjumpaan dirajut dalam semangat Bhinneka Tunggal Ika. Pendidikan itu menurut Ki Hadjar Dewantara memerdekakan manusia dan memanusiakan manusia.

Di tahun-tahun awal berdirinya Yayasan Cahaya Guru (YCG), melalui berbagai kegiatan yang melibatkan sekitar 4500 guru, kami menemukan berbagai isu keragaman yang tidak disampaikan secara terbuka. Artinya, ada keraguan mengungkapkan,  apapun alasannya.  Sejak itu pula kami menaruh perhatian besar terhadap persoalan kebangsaan yang jelas terlihat di depan mata. YCG percaya bahwa pendidikan adalah salah satu cara efektif untuk mempromosikan toleransi, merawat keragaman, mempertahankan kebangsaan, dan melawan kebencian. Hal ini sejalan dengan Deklarasi UNESCO 1995 tentang Prinsip Toleransi yang menyatakan bahwa pendidikan adalah cara yang paling efektif untuk mencegah intoleransi.

Sejak 2010, YCG fokus pada pengembangan kompetensi guru dalam tema keragaman, kebangsaan, dan kemanusiaan. Berbagai kegiatan telah kami lakukan, antara lain:

1. Menyelenggarakan berbagai pelatihan dan diskusi yang kemudian dikembangkan menjadi  Sekolah Guru Kebinekaan (SGK). SGK merupakan program pendampingan guru sebagai rujukan keragaman, kebangsaan dan kemanusiaan.

2. Menerbitkan empat  buku berjudul "Beragam Bukan Seragam 1, Beragam Bukan Seragam 2, Alam Takambang Jadi Guru, dan Refleksi Peserta Angkatan 1 Sekolah Guru Kebinekaan.

3. Membuka  ruang-ruang perjumpaan antara guru-guru dengan komunitas agama dan kepercayaan yang beragam, melalui kunjungan dan mengundang komunitas agama dan kepercayaan yang selama ini kerap mendapatkan perlakuan diskriminatif.

"Kami menyadari, semua usaha Yayasan Cahaya Guru bersama dengan para guru  mungkin tidak sebanding dengan tantangan kebangsaan yang begitu besar, namun kami tidak akan berhenti untuk terus memperluas usaha itu." ungkap Ketua Yayasan Cahaya Guru, Henny Supolo, menjelang peringatan Hari Toleransi Internasional di Museum Nasional pada Sabtu 19 November 2016. "Kami percaya guru memiliki peran kunci, bisa menjadi rujukan untuk merawat keragaman, memperkokoh semangat kebangsaan dan menghargai kemanusiaan, sebagai modal utama menghadapi berbagai tantangan kebangsaan saat ini dan di masa mendatang" tegasnya lagi.

Bersamaan dengan perayaan hari Toleransi Internasional yang jatuh pada 16 November lalu, kegiatan yang diselenggarakan Yayasan Cahaya Guru juga dimaksud untuk memperingati Hari Guru sekaligus merayakan 10 tahun berdirinya YCG. Perayaan  diisi dengan berbagi pandangan mengenai toleransi, kearifan lokal, dan peran guru sebagai rujukan keragaman.

Akan hadir bersama YCG dalam perayaan ini para guru, beberapa wakil organisasi guru Indonesia dan beberapa figur kunci dalam bidang pendidikan keragaman dan Hak Asasi manusia, diantaranya, Sandra Moniaga, Azriana, Nia Sjarifudin, Pendeta Gomar Gultom dan Budhy Munawar Rahman. Selain itu, akan hadir pula wakil dari berbagai agama dan kepercayaan. Sebagai salah seorang pengisi acara, Dewi Kanti, pejuang hak penghayat Sunda Wiwitan, akan membawakan pesan perdamaian melalui kidung Pesan Bintang. Perayaan ini diakhiri dengan pengukuhan kelulusan angkatan pertama guru peserta Sekolah Guru Kebinekaan, yang diharapkan bisa mengembangkan kesadaran kritis, pengetahuan, dan wawasan keragaman, kebangsaan dan kemanusiaan pada pemangku kepentingan sekolah atau komunitas masing-masing.

Melalui perayaan ini, YCG mengajak semua pihak, khususnya dunia pendidikan, agar memberikan perhatian penuh disertai aksi nyata untuk mendukung usaha para guru sebagai rujukan keragaman, kebangsaan, dan kemanusian. 

“Semua ini merupakan upaya bersama untuk meretas sekat prasangka yang penting dilakukan bila ingin mempertahankan kesatuan bangsa.”, ujar Febi Yonesta, Koordinator program Sekolah Guru Kebinekaan. "Seperti juga para guru, kita semua memiliki potensi dan bisa menggunakannya untuk perbaikan lingkungan."

Back
2018© YAYASAN CAHAYA GURU
DESIGN & DEVELOPMENT BY OTRO DESIGN CO.