10
Feb 2023
"Lihat Bapak!", Inspirasi Keragaman dari Ruang Kelas
Post by: Yayasan Cahaya Guru
Share:  
 

Rudi Hartono

Sekolah saya sekolah negeri. Guru dan murid beragam latar belakang walau tetap ada yang lebih banyak dan ada yang lebih sedikit. Saya mengampu mata pelajaran Pendidikan Agama Islam. Waktu itu, ada dua anak kelas lima yang beragama Kristen dan Katolik. Mereka kurang diterima teman-temannya yang lain.
Relasi Antaragama itu Riskan
Saya sempat tak habis pikir: "Anak-anak ini masih kecil koq begini ya dan mengolok temannya yang berbeda agama?" Tapi saya diam saja. Waktu itu, saya menganggap terlalu riskan bila saya turut campur menangani masalah yang berkaitan dengan relasi antaragama.
Tanpa anak-anak itu sadari, sikap jauh dari toleran itu terus berlanjut dan saya merasa hal ini tidak boleh lagi dibiarkan. Saya tak ingin murid-murid saya melukai hati sesama temannya. Agak lama saya merenung dan memikirkan pintu masuk yang tepat untuk membicarakan keragaman.
Mulai dari Diri Sendiri
Tahun 2016, saya mengikuti Sekolah Guru Kebinekaan (SGK) yang diselenggarakan oleh Yayasan Cahaya Guru. Selain pengetahuan, saya bisa bertukar pikiran, berbagi pengalaman, canda, serta pengalaman belajar baru. Awalnya saya memang merasa was-was, tetapi setelah itu semua prasangka hilang. Saya belajar untuk tidak membuat penilaian sendiri tanpa melihat beragam sudut pandang. Saya jadi punuya teman yang beragam dan iingin selalu menceritakan indahnya keragaman.
Kembali ke situasi di sekolah. Saya berpikir, apakah saya harus berkata ke murid-murid: "Kamu tidak boleh begini!" atau "Kamu tidak boleh begitu!" Sepertinya tidak perlu buru-buru menghakimi perbuatan murid-murid. Mungkin saja mereka pun tidak tahu. Saya memutuskan menjadikan diri saya dan pengalaman saya sebagai contoh.
"Lihat Bapak!"
"Lihat Bapak!" kata saya seraya menayangkan beberapa foto diri saya saat bersama guru-guru peserta SGK melakukan kunjungan ke rumah-rumah ibadah, bagian dari kegiatan SGK untuk membantu kami meretas prasangka dan merajut harmoni perjumpaan.
"Itu apa, pak?"
"Itu katedral. Itu gereja. Kalian pernah ke sana?"
"Ih, masak sih, pak? Itu 'kan Kristen? Mengapa Bapak masuk ke sana?" tanya mereka.
Saya pun dengan sabar menjelaskan tentang keragaman agama. Kita bisa tetap memegang teguh agama yang kita yakini dan pada saat yang sama menghargai pemeluk agama yang berbeda. Dengan saling menghargai, kita bisa menghadirkan kasih sayang di muka bumi, menjadi rahmat bagi semesta. Murid-murid saya bisa menerima karena saya menjadikan diri saya sebagai contoh.
Dalam tiap kesempatan belajar-mengajar, saya ajak peserta didik untuk saling menghargai dan menghormati satu sama lain. Beberapa waktu setelahnya, saya bertanya kepada mereka: "Indah ngga hidup dalam keragaman?" Seorang murid langsung menjawab: "Indah, pak. Saya berteman dan bermain dengan yang berbeda agama. Rumahnya deketan, dia teman baik saya." **[RH] **
Rudi Hartono adalah Guru Pendidikan Agama Islam di Sekolah Dasar Negeri Slipi 15 Pagi, Jakarta Barat. Ia peserta Sekolah Guru Kebinekaan 2016 dan Kelas Guru Demokrasi 2022 yang diselenggarakan oleh Yayasan Cahaya Guru. Hingga saat ini Rudi masih tekun memperkenalkan indahnya keragaman kepada murid-muridnya.
Back
2018© YAYASAN CAHAYA GURU
DESIGN & DEVELOPMENT BY OTRO DESIGN CO.