Ruang Virtual, 15 Oktober 2022. Bertepatan dengan nuansa hari guru internasional, Yayasan Cahaya Guru melakukan penutupan Sekolah Guru Kebinekaan angkatan 2022. Selama kurang lebih 6 bulan, 25 guru dari berbagai daerah di Indonesia belajar bersama menjadi guru rujukan bagi keragaman, kebangsaan, dan kemanusiaan.

Turut hadir dalam kesempatan ini Pakar Aliansi Kebangsaan, Yudi Latif, sebagai teman belajar. Serta, dipandu oleh Lili Santoso, guru SMPS K Tunas Bangsa Greenville, Jakarta, sekaligus lulusan SGK tahun 2020. Para guru terlihat antusias dengan mengenakan beragam pakaian adat dan aksesorisnya. Meskipun, pertemuan ke 11 ini menjadi penutup, namun semangat para peserta tidak pernah surut. 

"/>

18
Oct 2022
SGK 11 | Saatnya Mengambil Peran Menyemai Keragaman
Post by: Yayasan Cahaya Guru
Share:  
 

Ruang Virtual, 15 Oktober 2022. Bertepatan dengan nuansa hari guru internasional, Yayasan Cahaya Guru melakukan penutupan Sekolah Guru Kebinekaan angkatan 2022. Selama kurang lebih 6 bulan, 25 guru dari berbagai daerah di Indonesia belajar bersama menjadi guru rujukan bagi keragaman, kebangsaan, dan kemanusiaan.

Turut hadir dalam kesempatan ini Pakar Aliansi Kebangsaan, Yudi Latif, sebagai teman belajar. Serta, dipandu oleh Lili Santoso, guru SMPS K Tunas Bangsa Greenville, Jakarta, sekaligus lulusan SGK tahun 2020. Para guru terlihat antusias dengan mengenakan beragam pakaian adat dan aksesorisnya. Meskipun, pertemuan ke 11 ini menjadi penutup, namun semangat para peserta tidak pernah surut. 

Menjaga Cahaya Keragaman

Sebelum teman belajar menyampaikan paparan, para guru menyampaikan refleksi terhadap proses SGK 2022. Beberapa menyampaikan gagasan dan praktik baik menyemai keragaman di sekolah, beberapa juga menyampaikan tantangan yang dihadapi. 

Terus terang tidak mudah mengenalkan keragaman di sekolah kami, karena ada pengarusutamaan agama tertentu, namun saya pelan-pelan mengenalkan wawasan kebangsaan melalui kegiatan literasi, satu diantara mengenalkan lagu Indonesia Raya 3 stanza, dan mengajak anak-anak berefleksi persis seperti yang saya lakukan di SGK”, ungkap salah seorang guru.

Ada pula guru yang merasa diterima kehadirannya sebagai penghayat kepercayaan, rasa penerimaan tersebut beliau sampaikan kepada murid dan orang tua murid penghayat kepercayaan, bahwa tidak perlu merasa takut sebagai penghayat kepercayaan karena selalu ada kawan seiring yang dapat menerima keragaman dengan tulus.

Di SGK saya belajar keragaman lebih banyak lagi, terutama saat bertemu dengan teacher Aurel, apakah jika saya kepala sekolah mau menerima guru seperti teacher Aurel. Apakah kalau saya menjadi murid mau menerima teacher Aurel sebagai saya bisa menerima guru saya, ternyata saya tidak se-pluralis itu”, papar seorang guru.

Berbagai cerita disampaikan dalam refleksi tersebut, kami merasa senang karena turut serta dalam proses tumbuh bersama dalam pengembangan wawasan keragaman, kebangsaan, dan kemanusiaan kawan-kawan guru. Secara umum tampak cahaya serta upaya dari para guru, untuk menemani para murid menyongsong masa depan gemilang melalui banyak cara dan jalan.

Sekolah Mestinya Menjadi Ruang Pertemuan Keragaman

Tema pertemuan penutupan SGK 2022 yaitu, Menjadi Guru Rujukan Keragaman, Kebangsaan dan Kemanusiaan. Tema tersebut dihadirkan untuk mendorong kawan-kawan guru menjadi rujukan keragaman, satu diantaranya untuk menjadi jembatan dalam mempertemukan keragaman yang ada di dunia pendidikan.

 “Kita harus mengutamakan ruang perjumpaan, memang ketika dihadapkan pada perbedaan kerap kali muncul prasangka, namun untuk membuat yang asing menjadi familiar perlu komunikasi dan ruang perjumpaan, begitu kenal dari ruang perjumpaan, kita jadi mengetahui untuk selanjutnya dapat muncul empati”, papar Yudi Latif.

Dengan keragaman yang ada di setiap peserta, ada kesamaan profesi yaitu sebagai guru, dari profesi tersebut kita memiliki kesamaan terhadap komitmen meningkatkan mutu bangsa ini melalui upaya-upaya yang dilakukan dalam kelas maupun sekolah.

Apa yang kawan-kawan guru ceritakan tadi, kita sebenarnya bisa mendapatkan horizon yang beragam, yang sebetulnya berbicara kebinekaan itu seperti koin, dimana perbedaan dan kesamaan berdampingan. Kita tidak bisa memperkuat persamaan tanpa mengakui perbedaan”, tutur Yudi Latif.

Beliau memberikan analogi seperti jari tangan, dimana setiap jari-jari berbeda namun berangkat dari pangkal tangan yang sama. Eksistensi keragaman muncul dari kesamaan dan muncul dengan keragaman dan atau perbedaan ekspresi yang ada.

Kita masyarakat plural yang mestinya mendorong sekolah multikultural, termasuk sekolah-sekolah negeri saat ini. Dulu sekolah publik menjadi ruang mempertemukan keragaman dalam imajinasi keindonesiaan, maka sekolah publik haru mengembangkan civic competent, bukan menjadi kuburan bagi civic competent”, tutup Yudi Latif.

Kami ucapkan terima kasih kepada kawan-kawan guru SGK 2022, yang menjadi teman seperjalanan. Selamat untuk kawan-kawan guru SGK 2022 yang telah menyelesaikan rangkaian perjalanan selama 6 bulan ini. Semoga kita dapat berperan menyemai keragaman, kebangsaan, dan kemanusiaan di sekolah masing-masing. (FI/MM)

Back
2018© YAYASAN CAHAYA GURU
DESIGN & DEVELOPMENT BY OTRO DESIGN CO.