
Pertemuan SGK 05 | Kekuatan dan Tantangan Keragaman
Ruang Virtual, 16 Juli 2022, Yulinda (Alumni SGK 2017) membuka kegiatan dengan penuh semangat dan riang gembira, walau beberapa daerah pagi itu sedang turun hujan. Cuaca yang kurang bersahabat saat itu nyatanya, tidak menyurutkan semangat para peserta Sekolah Guru Kebinekaan 2022 untuk saling berjumpa dan belajar bersama. Mengangkat tajuk “Kekuatan dan Tantangan Keragaman”, Yayasan Cahaya Guru mengundang Muhammad Isnur, Ketua Umum Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia sebagai teman belajar kali itu.
Kegiatan diantarkan oleh Kepala Sekolah Guru Kebinekaan Muhammad Mukhlisin, dengan menyampaikan temuan dari survei yang dilakukan oleh Yayasan Cahaya Guru kepada para guru. “Tantangan yang dihadapi oleh kawan-kawan guru antara lain, kurangnya pemahaman keragaman sesama guru serta wali murid, perbedaan usia mitra kerja, prasangka, diskriminasi, eksklusivisme, stereotip, dan kelompok intoleran”, papar Mukhlisin.
Dibalik tantangan yang dihadapi, para guru juga menyampaikan kekuatan-kekuatan yang dimiliki di lingkungan sekolah yang mendukung keragaman, seperti keragaman agama, suku, budaya, etnis, hingga gender. Adapun hal yang bersifat praktis disampaikan oleh kawan-kawan guru seperti budaya toleransi, meritokrasi, musyawarah hingga gotong-royong.
Mengenalkan Keragaman di Lingkungan Sekolah
Temuan yang kami dapat boleh jadi baru sebagian kecil dari kekuatan dan tantangan pada dunia pendidikan. Akan tetapi rasanya kita perlu fokus terhadap kekuatan yang kita miliki, untuk kemudian berupaya mengarusutamakan keragaman, melalui pelbagai upaya kreatif yang dilakukan di kelas ataupun sekolah.
Satu diantara kegiatan sederhana yang bisa kawan-kawan lakukan dalam mengenalkan keragaman, ialah, dengan cara mendaftar agama atau kepercayaan yang ada di Indonesia. Hal ini pula yang dilakukan oleh peserta Sekolah Guru Kebinekaan 2022, dan pada kawan-kawan guru mampu untuk mendata kurang lebih 53 agama atau kepercayaan.
“Apa yang dilakukan oleh kawan-kawan guru terhadap pendataan agama atau keyakinan, merupakan bagian dari keragaman, namun setahu saya di Indonesia ada 600 agama atau keyakinan, dan kalau dihitung kita baru mampu mengetahui kurang lebih 10% dari keragaman agama atau keyakinan yang ada, semoga seiring waktu kita bisa menambah pengetahuan tersebut”, ungkap Muhammad Isnur.
Indonesia dalam Bingkai Keragaman
Menyambung hal tersebut Muhammad Isnur, berbagi tentang tantangan keragaman dalam sejarah dunia hingga yang ada pada masa kini. Beberapa tantangan keragaman yang dihadirkan dalam proses berbagi antara lain, pengusiran jemaat Ahmadiyah di Cikeusik serta Lombok, pengusiran terhadap Syiah di Sampang, nasib jemaat Gereja Yasmin di Bogor, dan lainnya.
Padahal menurut Isnur Indonesia memiliki landasan hukum terhadap hak asasi manusia, yang lebih dahulu lahir dari deklarasi universal HAM yang muncul pada tahun 1948. Hal tersebut termaktub dalam pembukaan UUD 1945, “... Sesungguhnya kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa dan oleh sebab itu, maka penjajahan di atas dunia harus dihapuskan karena tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan perikeadilan...”
“Kalimat-kalimat ini biasanya dibacakan oleh siswa pada setiap upacara senin pagi, ini kalimat tentang hak asasi manusia, yang bertujuan untuk melindungi semua orang tanpa terkecuali. Lalu pertanyaannya, kalimat ini apakah hanya dibacakan secara formalitas sehingga tidak membentuk sebagai moral dan mercusuar dalam kehidupan berbangsa?”, ungkap Muhammad Isnur sambil mengajak kawan-kawan guru berefleksi.
Beliau juga menjelaskan selain pembukaan UUD 1945, ada pula pasal 29 ayat 2 : Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu. Selain itu sejarah juga mengajarkan bahwa keragaman yang ada di Indonesia nyata adanya, seperti disampaikan JS. Furnival tentang kondisi masyarakat Nusantara yang beragam.
“Kita beruntung punya sejarah dan konstitusi yang menjamin semua orang, seharusnya ini menjadi cahaya yang dapat menjadi moral dalam kehidupan kita berbangsa. Menariknya, tentang HAM diperkuat dengan sangat detail pasca amandemen dengan sangat detail. Saya yakin dengan wajah dan energi kawan-kawan guru SGK, bangsa ini tetap memiliki harapan yang terang”, ungkap Muhammad Isnur.
Pada proses akhir kegiatan, kawan-kawan guru diberikan kesempatan untuk berefleksi terhadap apa yang dapat dilakukan di lingkungan sekolah dalam menghadapi tantangan yang ada, beragam tanggapan dan ide kreatif disampaikan.
Sebagai penutup Muhammad Mukhlisin menyampaikan kaidah emas, yang menjadi titik temu antara agama atau kepercayaan. “Lakukan apa yang ingin orang lain lakukan kepadamu”, begitulah kalimat kuat yang disampaikan untuk saling berbagi dan menginspirasi terhadap proses kehidupan berbangsa yang beragam. (FI)