
Membangun Empati Melalui Praktik Perjumpaan
Ruang Virtual, 02 Juli, George Sicillia (fasilitator Yayasan Cahaya Guru) membuka kegiatan dengan memberikan ulasan terhadap berbagai pertemuan yang telah dilalui, serta menyampaikan informasi peta perjalanan Sekolah Guru Kebinekaan 2022 yang sudah dan akan dilalui kawan-kawan guru.
Kawan-kawan guru pun diberikan kesempatan melakukan refleksi terhadap pertemuan sebelumnya, tentang prinsip penyelenggaraan pendidikan. Satu diantara guru mengungkapkan, “topik prinsip penyelenggaraan pendidikan menyadarkan saya tentang kondisi pendidikan serta tantangan di sekolah khususnya, terhadap isu gender, agama, dan perundungan yang mana murid menjadi korbannya. Namun, ada pula pengkondisian yang dilakukan oleh sekolah atau guru dalam menerapkan prinsip penyelenggaraan pendidikan yang menjadi inspirasi”.
Sabtu lalu (02/07), Yayasan Cahaya Guru menghadirkan teman belajar dari berbagai agama atau kepercayaan, untuk kawan-kawan guru dapat mengkonfirmasi dan meretas prasangka dari liyan. “Praktik Perjumpaan: Meretas Prasangka Merajut Harmoni” adalah topik pertemuan keempat Sekolah Guru Kebinekaan kali itu.
Sebelum beranjak menuju aktivitas utama, Kepala Sekolah Guru Kebinekaan, Muhammad Mukhlisin diberikan kesempatan berbagi tentang prasangka yang diwariskan pada lingkungan keluarga dan masyarakat, karena hidup di lingkungan yang homogen. Namun karena mendapatkan kesempatan berjumpa dengan liyan, akhirnya prasangka beliau luruh dan meniti jalan keragaman dengan peran yang beliau emban.
Meretas Prasangka Merajut Harmoni Perjumpaan
Yayasan Cahaya Guru mengundang sahabat dari Ahmadiyah, Bahai, Parmalim, dan Sunda Wiwitan untuk menjadi teman belajar kawan-kawan guru SGK 2022. Sebelum berbagi dan berdiskusi, kawan-kawan guru diberikan kesempatan terlebih dahulu untuk menuliskan apa yang diketahui dan ingin digali lebih terhadap agama atau kepercayaan para teman belajar.
Dalam proses diskusi kawan-kawan guru begitu terbuka dengan pengetahuan awal yang dimiliki, serta hal yang ingin diketahui lebih lanjut kepada teman belajar. “Saya ingin mengetahui bagaimana ibu bapak beribadah dengan agama atau keyakinan yang dianut?”, ungkap seorang guru. Ada pula yang bertanya, “Ibu bapak menjadi penganut agama atau keyakinan sudah sejak lahir atau melalui proses terlebih dahulu?”.
Namun secara umum, kawan-kawan guru ingin mengetahui tentang nilai-nilai keagamaan, makna kata yang digunakan oleh agama atau kepercayaan, hari besar keagamaan, jumlah penganut, sebaran penganut di Indonesia, rumah ibadah, serta titik persamaan dengan agama atau kepercayaan yang populer di Indonesia.
Dalam proses diskusi tentang “apa yang diketahui”, kawan-kawan guru mampu berterus terang tentang hal-hal yang diketahui, yang mana informasi tersebut didapatkan dari pemberitaan atau lain sebagainya. Keterbukaan kawan-kawan guru inilah, yang pada akhirnya mampu membangun diskusi yang aman dan nyaman, sehingga para teman belajar dapat memberikan pelbagai konfirmasi dari prasangka yang dimiliki.
Bertanya dengan Empati, dan Merespon dengan Hati
“Apakah ibu bapak dapat beribadah dengan aman dan nyaman di Indonesia?”, tanya seorang guru kepada teman belajar. “Bagaimana proses administrasi kenegaraan bagi ibu bapak yang menganut agama atau kepercayaan tersebut?, apakah mudah atau justru kesulitan?”, tanya guru lainnya. Kedua pertanyaan ini sejujurnya sangat menggugah rasa empati dan kesadaran kemanusiaan setiap kami, dari pertanyaan kawan guru dan penjelasan teman belajar, kami banyak mendapatkan pemelajaran yang begitu penting.
“Dalam proses diskusi bersama teman belajar, kami merasakan adanya semangat perjumpaan, cinta kasih, persahabatan, kebahagiaan, kelapangan hati, dan kemanusiaan”, begitu ungkap George Sicillia menutup pertemuan kali itu. Kegiatan Yayasan Cahaya Guru memang masih menggunakan metode dalam jaringan (daring), akan tetap kami percaya bahwa ruang perjumpaan selalu dapat diciptakan serta dirawat dengan pelbagai upaya kreatif.
Hal yang menyenangkan pada sesi penutup, para teman belajar mengundang para guru untuk bertemu dalam ruang perjumpaan secara langsung, khususnya dalam momen hari besar keagamaan, serta program khusus yang diselenggarakan oleh organisasi agama atau kepercayaan yang ada. (FI)