Selasa, 6 Juni 2022-ruang virtual. Yayasan Cahaya Guru (YCG) bersama dua orang teman belajar: Aquino Hayunta dan Myra Diarsi menemani para guru membincangkan potongan sejarah Mei ‘98 dari beragam perspektif dengan cara berbagi pengalaman.

"/>

21
Jun 2022
Diskusi dan Refleksi: Mengingat Mei ‘98
Post by: Yayasan Cahaya Guru
Share:  
 

Diskusi dan Refleksi: Mengingat Mei ‘98

Selasa, 6 Juni 2022-ruang virtual. Yayasan Cahaya Guru (YCG) bersama dua orang teman belajar: Aquino Hayunta dan Myra Diarsi menemani para guru membincangkan potongan sejarah Mei ‘98 dari beragam perspektif dengan cara berbagi pengalaman. 

___

Ketakutan dan kebingungan, kerusuhan, tragedi, berita kebakaran di TV, keriuhan masyarakat akibat kesulitan ekonomi dan penjarahan, demonstrasi, tragedi kemanusiaan yang sangat memilukan

Sicillia Leiwakabessy, moderator acara meminta para guru peserta diskusi untuk menuliskan kesan pertama yang tertangkap ketika mengingat sejarah Mei 1998. Sejumlah kata kunci dengan sentimen yang cenderung negatif muncul. Untuk itu, sebelum memulai diskusi Sicil menguatkan para guru agar tidak berjarak dengan sejarah Mei 1998, dengan aktif membuka ruang perjumpaan yang beragam dan mengasah empati sosial. Mengutip apa yang disampaikan Romo Mangun, Sicil menambahkan bahwa membuka ruang-ruang perjumpaan dan merawat ingatan dengan saling berbagi dan menguatkan

Henny Supolo, Ketua YCG juga memberikan penguatan bagaimana pentingnya membawa isu masyarakat di ruang kelas, terlebih pada peristiwa yang menjadi tonggak sejarah. Narasi-narasi kecil yang dikumpulkan dalam ruang diskusi akan menjadi modalitas pembelajaran dalam sesi, yang bisa menjadi narasi yang lebih besar. Tentunya, dengan berpegangan pada prinsip keadilan dan kesetaraan. 

Diskusi dibuka dengan berbagi cerita dari para guru mengenai pengalaman indrawi mereka, ketika mengingat Mei 1998. Pada tahun 1998, para guru yang menjadi peserta diskusi ada yang masih anak-anak dan ada juga yang sudah berusia dewasa. Ada yang berbagi ingatan kejadian di Jakarta dan pula kisah yang dirasakan di luar Jakarta.

Dari peserta yang sudah berusia dewasa saat itu, samar samar ingatan akan situasi yang membingungkan dan menyisakan pertanyaan seperti “Mengapa tidak ada satu pun kendaraan lewat untuk pulang? Mengapa diminta mengambil barang dari pertokoan? Mengapa asap mengepung perkotaan?” kerap menjadi kesaksian berulang yang memperlihatkan suasana terbilang menegangkan di Jakarta.

Selain itu, kabar sekolah diliburkan, penjemputan murid di tengah ujian, hingga kabar orang hilang juga dialami oleh sebagian peserta lain yang sama-sama berada di tengah Jakarta pada Mei 1998.

Sementara itu, peserta guru yang tumbuh di luar Jakarta pada Mei 1998 membagikan ingatannya ketika kampung halaman dilanda kemiskinan dengan terbatasnya pangan, perubahan begitu kentara dirasakan dengan jelas. Dari bagian Timur Indonesia, kabar lepasnya Timor Leste diwarna pesawat yang lalu lalang dengan suara seperti ledakan.

Tidak ada analisa maupun simpulan dari berbagai cerita yang diutarakan oleh para peserta dari beragam wilayah serta rentang usia ketika mengingat Mei 1998 tersebut. Pengalaman inderawi seperti disampaikan para guru menjadi sejarah lisan yang penting diwariskan, hal ini dapat memperkenalkan murid bagaimana melihat berbagai sudut pandang, melatih daya nalar mereka.

___

Berikutnya, Sicil mengundang dua teman belajar untuk membagi ingatannya mengenai Mei 1998. Mereka adalah Aquino Hayunta dan Myra Diarsi. 

Aquino adalah seorang peminat isu seni dan budaya serta gerakan sosial. Ketika Mei 1998, Aquino adalah mahasiswa tim relawan yang turun langsung ke lapangan untuk mendata korban. Menurutnya, pergolakan mulai dirasakan pada tahun 1996. Saat itu, melalui buletin yang disebarkan diam-diam di kalangan mahasiswa “Suara Independen” situasi politis Indonesia disuarakan. Jaringan mahasiswa mulai terbentuk, mahasiswa dari berbagai perguruan tinggi mengkritik pemerintahan. Puncak gerakan mahasiswa terjadi pada 1998, pemilu kembali dimenangkan oleh Suharto. Di saat bersamaan, krisis moneter terjadi karena kurs dollar naik. Mahasiswa berdemonstrasi, dosen mulai berani berorasi. 

Demonstrasi terjadi pada 13-21 Mei 1998. Situasi yang dirasakan Aquino selama demonstrasi mirip dengan apa yang dirasakan para peserta yang sempat berbagi sebelumnya: tidak ada satu pun kendaraan, kebakaran toko di mana-mana, hingga penjarahan yang dilakukan oleh masyarakat, “Ayo kak masih ada barangnya” sapa dua orang anak kecil diingat Aquino ketika melewati area pertokoan yang terbakar. Setidaknya ada 6 korban yang terdata di salah satu area yang disusur olehnya. 

Aquino menambahkan bahwa selama berdemonstrasi mahasiswa tidak pernah sendiri, dukungan masyarakat kental terasa. Tidak hanya itu, gerakan perempuan turut membersamai. Ia melihat bahwa perubahan yang lebih baik ini memang kehendak masyarakat, tidak terbatas hanya perjuangan mahasiswa.

___

Teman belajar berikutnya, Myra Diarsi turut membagikan ingatannya ketika Mei 1998. Selain seorang Psikolog dan pendidik, Myra adalah pendiri Kalyanamitra sebuah organisasi yang bergerak dalam isu perempuan. 

Serupa dengan kesaksian Aquino, Myra juga melihat bagaimana pergolakan mulai terjadi sejak tahun 1996, khususnya ketika terjadi penyerangan kantor PDIP pada 20 Juli. Sejak tahun 1996 pula, organisasi tempat Myra bernaung kala itu: Suara Ibu Peduli sudah menemani mahasiswa-mahasiswa yang dinilai kritis agar tetap aman. 

Pada Mei 1998, Myra bersama kawan-kawannya dari Suara Ibu Peduli kembali menemani gerakan para mahasiswa yang menuntut perubahan. Tidak hanya itu, gerakan perempuan yang diinisiasi Myra bersama kawan-kawannya tersebut juga turut mengupayakan pemenuhan kebutuhan pangan seperti susu untuk anak yang harganya sempat melambung tinggi. 

Menariknya, Myra juga menemukan sisi kemanusiaan yang begitu kuat selama peristiwa Mei 1998 di Jakarta. Apa yang terlihat dalam demonstrasi Mei 1998 tidak terbatas gerakan mahasiswa. Bagaimana gerakan perempuan yang didukung penuh oleh partisipasi masyarakat setempat menjadi modalitas kesatuan yang kental dirasakan selama peristiwa berlangsung.

Di sisi lain, Myra juga melihat bagaimana perempuan menjadi sasaran diskriminasi kala itu, khususnya perempuan yang berasal dari etnis Tionghoa. Myra bersama kawan-kawannya terus menemani perempuan-perempuan korban pemerkosaan yang nyata terjadi pada 1998 hingga peristiwa berlalu. 

Rekaman pengalaman yang dibagikan oleh para peserta guru serta teman belajar ini turut memantik berbagai ingatan yang juga dialami oleh para peserta ketika Mei 1998. Proses rekoleksi pengalaman sebagai bagian dari sejarah lisan ini pada akhirnya membuka ruang perjumpaan. 

Salah satu peserta menyatakan refleksinya bahwa “Mengingat bukan karena kita menyesal mengalami atau kecewa, tapi mengingat supaya kita belajar melangkah ke depan agar peristiwa itu tidak terulang lagi.”

Di akhir sesi, YCG yang diwakili oleh Sicil dan Henny Supolo serta para teman belajar: Aquino dan Myra mendukung para guru peserta diskusi untuk terus meneruskan sejarah lisan, membuka ruang perjumpaan, serta narasi yang tetap disuarakan. [CCA]

Back
2018© YAYASAN CAHAYA GURU
DESIGN & DEVELOPMENT BY OTRO DESIGN CO.