25
Apr 2022
Diskusi Jurnalisme Keragaman dari Ruang Kelas
Post by: Yayasan Cahaya Guru
Share:  
 

Jurnalisme Keragaman Dari Ruang Kelas

Keragaman merupakan realitas bangsa Indonesia. Masyarakat Indonesia memang sangat beragam, mulai dari suku, agama atau kepercayaan, topografi wilayah, pola kependudukan, dan banyak hal lainnya. Sebagai sebuah realitas, keragaman merupakan sesuatu yang tak terbantahkan namun perlu dikelola dengan baik sambil menjunjung nilai-nilai kemanusiaan.

Pengelolaan keragaman juga dapat memanfaatkan teknologi yang berkembang, seperti internet. Di era digital seperti saat ini, penggunaan internet mulai menjadi hal yang lumrah bagi masyarakat di Indonesia. Media sosial merupakan bagian pengembangan internet, sebuah platform yang menyediakan fasilitas bagi penggunanya untuk berinteraksi dan saling terhubung secara digital. Media sosial memungkinkan siapa saja yang terkoneksi dengan internet melakukan proses penyebaran informasi kapanpun dan dimanapun.

Sebagai upaya menemani kawan-kawan guru dalam pengelolaan keragaman berbasis digital, Yayasan Cahaya Guru mengadakan kegiatan bertajuk “Jurnalisme Keragaman Dari Ruang Kelas: Menarasikan Keragaman Melalui Sosial Media”, yang diikuti 20 peserta guru dari pelbagai sekolah dan daerah di Indonesia. Kegiatan ini diselenggarakan secara daring melalui aplikasi Zoom Meeting, pada sabtu pagi 23 April 2022, adapun kegiatan ini dapat berjalan lancar berkat dukungan Insight Investment Management (IIM).

Hadir tiga teman belajar yang cakap dalam pengelolaan konten keragaman di dunia digital, diantaranya Yuni Pulungan (Program Manager Kabar SEJUK), M. Rizal Abdi (Public Education Staff CRCS UGM), dan Patricia Wulandari (Podcaster Podluck Podcast Collective), acara dimoderatori oleh Muhammad Farras Abiyyu dan Sicillia Leiwakabessy para fasilitator dari Yayasan Cahaya Guru.

Dalam salah satu sesi, Sicillia Leiwakabessy memberikan pertanyaan kepada para teman belajar, “pada arena digital saat ini, seberapa banyak narasi keragaman itu dimunculkan? Lalu adakah ruang bagi narasi keragaman tersebut?”

Yuni Pulungan  (Program Manager Kabar SEJUK) menyampaikan bahwa, ada tempat bagi narasi-narasi di media dan media sosial namun narasi yang hadir bukan dari sumber utama, atau pihak-pihak tertentu, bahkan banyak terjadi subjek utama dari berita hilang. Beliau mencontohkan dengan beberapa hal, misalnya ketika membicarakan perempuan, perempuan tidak diberikan kesempatan bicara. Memberitakan aliran kepercayaan, namun tidak memberikan ruang kepada kawan-kawan aliran kepercayaan untuk bersuara.

M. Rizal Abdi (Public Education Staff CRCS UGM) memberikan tanggapan bahwa, “Jawabannya bisa tricky, jawabnya bisa ya apabila saya sebagai admin CRCS UGM karena saya mengikuti lingkaran yang berkutat dengan keragaman, sehingga saya akan berkutat dengan isu keragaman.  Seperti belakangan saya menemukan akun-akun kawan-kawan penghayat yang aktif, informatif, dan advokatif. Apabila melihat dari sisi itu, saya optimis dan merasa masih ada ruang untuk keragaman”.

Abdi melanjutkan di luar admin CRCS UGM, hal yang sering ditemukan adalah siar kebencian, pada kasus-kasus tertentu. Oleh karenanya, menjawab pertanyaan tersebut bisa tricky apakah narasi keragaman meluas atau menyempit, dapat dikatakan bergantung di lingkaran mana kita hadir namun kita tetap punya kesempatan terhadap narasi keragaman. Adapun pengalaman yang pernah kami dapatkan dalam pengelolaan narasi keragaman khususnya pada poster-poster, misalnya pada isu LGBT dan perempuan selalu mendapatkan beragam respon yang selalu dikaitkan dengan norma agama.

Adapun Patricia Wulandari (Podcaster Podluck Podcast Collective) menyampaikan bahwa, “pada dasarnya manusia tumbuh di lingkungan yang homogen, berada di lingkaran kecil seperti keluarga dan tetangga. Namun pada saat di media sosial, kita seperti di hutan belantara yang dapat menemukan apapun, jadi sebenarnya ada banyak narasi keragaman. Seseorang yang terbiasa  hidup di lingkungan homogen, barangkali ada rasa takut dan tertutup dengan informasi di luar kebiasaannya. Langkah selanjutnya mungkin, bagaimana kita memiliki daya lenting berpikir, agar dapat berpikiran lebih terbuka.”.

Porsi narasi keragaman dalam media sosial dalam kita lihat dalam beberapa sisi pandang, Kabar SEJUK memberikan ruang bicara terhadap kawan-kawan yang sering diberitakan, namun suaranya tidak didengar. Lalu CRCS UGM lebih banyak memberikan kajian-kajian mendalam terhadap narasi keragaman, untuk meluaskan sisi pandang terhadap isu yang muncul dipermukaan. Adapun Podluck Podcast Collective menekankan bahwa isu keragaman terkadang perlu dikondisikan, dimulai dari lingkungan ternyaman untuk kemudian dapat menyentuh lingkaran-lingkaran baru.

Di penutup acara, Henny Supolo Sitepu Ketua Yayasan Cahaya Guru memberikan pesan kepada para guru yang hadir, untuk melakukan refleksi terhadap tugas menemani murid memasuki masa depan dengan tenang, bahagia, selamat, dan penuh rasa percaya diri. Hal tersebut dapat dilakukan dengan penjagaan diksi dan refleksi diri, apakah kegiatan, kalimat, dan tugas yang diberikan kepada murid sudah sejalan dengan keragaman bangsa ini? Hanya kawan-kawan guru yang dapat menjawab pertanyaan tersebut. (FI/AK)

Back
2018© YAYASAN CAHAYA GURU
DESIGN & DEVELOPMENT BY OTRO DESIGN CO.