
RASA DAN EMPATI SOSIAL
Catatan dari Diskusi dan Refleksi Pendidikan Rasa | Rasa Pendidikan (05)
Membicarakan rasa memang bukan hal yang mudah. Setidaknya hal ini diakui oleh Dhitta Puti Sarasvati (Pegiat Jaringan Pendidikan Alternatif) dalam Diskusi dan Refleksi Pendidikan Rasa | Rasa Pendidikan yang diselenggarakan Yayasan Cahaya Guru Kamis lalu (17/3).
Gurunya calon guru, pegiat pendidikan, dan inisiator Gernas Tastaka ini berujar, "Hobi saya olah pikir, menganalisis berbagai hal, mengembangkan bahan-bahan, di mana ada proses mencipta di sana."
Tentu saja tidak perlu menempatkan olah pikir dan olah rasa sebagai oposisi biner. "Kemampuan dan keterampilan berpikir merupakan sesuatu yang ingin saya bagikan agar guru dapat melatihkannya. Itulah yang membuat saya banyak berkeliling."
Puti juga bergiat di Jaringan Pendidikan Alternatif. Satu di antara kerja-kerja jaringan ini yaitu membuka ruang bagi guru-guru yang berkarya di tengah keterbatasan (wilayah pedalaman, wilayah konflik agraria, dll) untuk berbagi pengalaman dan inspirasi.
Puti bercerita bahwa suatu saat ia pernah diminta oleh Pak Bagiono untuk merancang sebuah pelatihan yang bertujuan mengajak guru-guru menyadari hakekatnya sebagai guru.
"Aduh, bagaimana cara menyiapkan bahannya? Buat saya, menyiapkan strategi Matematika atau mengajarkan bacaan jauh lebih mudah," tutur Puti.
Ia kemudian ingat aktivitas yang sering Yayasan Cahaya Guru lakukan sebelum pandemi yaitu mengajak guru-guru untuk nonton teater. Apresiasi seni pertunjukan menjadi bagian dari latihan olah rasa.
Ia senang berkolaborasi dengan mahasiswa-mahasiswanya yang juga guru. Ada yang bisa bernyanyi dan bermusik. Melalui seni dan keindahan, jiwa-jiwa keguruan bisa muncul dan bahan tersampaikan dengan baik.
"Berbicara rasa selalu berhubungan dengan keindahan. Seni salah satunya," kata Puti. Ia juga menegaskan, keindahan bukan hanya dinikmati lewat seni namun juga keindahan hubungan/relasi antar manusia. Yayasan Cahaya Guru menyebutnya sebagai ruang-ruang perjumpaan.
"YCG memberi pertanyaan kepada saya, apakah pendidikan rasa itu personal atau sosial? Menurut saya, dua-duanya. Personal karena pengalaman masing-masing kita berbeda. Sosial karena relasi dan interaksi antar manusia-manusia yang berbeda itu juga dapat memunculkan keindahan, bahkan dapat diekspresikan," jawab Puti.
Mari merawat ruang-ruang perjumpaan dan mengijinkan diri kita mengalami perjumpaan dengan yang beragam. Dalam pengalaman perjumpaan, kita saling mengasah rasa dan menumbuhkan empati sosial. [GS]