16
Mar 2022
Seri Perempuan Pendidik: KARTINI
Post by: Yayasan Cahaya Guru
Share:  
 

KARTINI: IA YANG DIPINGIT DARI MASA KE MASA

Di antara tokoh pendidikan, Raden Ajeng Kartini (1879-1904) merupakan sosok yang paling terkenal sekaligus tidak dikenal. Bahkan, upaya-upaya untuk memperkenalkannya dari masa ke masa seperti memingitnya lagi dan lagi.
Ada masa di mana mengingatnya menjadi semacam ajang berkebaya dan berkonde, lupa bahwa ia adalah si 'kuda kore'. Ada masa pula, mengingatnya sebatas momen belajar pada satu ulama, lupa bahwa ia adalah manusia pluralis yang selalu rindu pada kebenaran. Ada masa pula terasa penting untuk mengganti sebutan Raden Ajeng menjadi Raden Ayu untuk menekankan bahwa ia adalah perempuan yang (pada akhirnya) menikah. Ia mendunia karena sebagian kecil dari surat-surat yang ia kirim kepada para sahabat dibukukan oleh Mr. Abendanon dalam Door Duisternis tot Licht (Habis Gelap Terbitlah Terang). Yang sebagian kecil ini pun, hanya judulnya yang lekat di memori banyak orang. Kartini semacam ikon perempuan Indonesia. Namun, siapakah Kartini?
Kartini hidup dalam persimpangan arus zaman yang berubah. Arus feodalisme serta pergantian antara penjajahan kuno ke imperialisme modern. Di persimpangan arus itu, Kartini muda meminjamkan mata, telinga, hati, serta seluruh inderanya untuk membaca ragam situasi yang dihadapi bangsanya, lalu menulis. Ia tentu juga membangun mimpi-mimpi yang melangkaui tembok yang memingitnya.
Sebelum Kartini mulai berkorespondensi dengan para sahabat, ia sudah menulis banyak prosa dan esai. Ia berbicara tentang bencana, rakyat kebanyakan, karya seni dan budaya, pendidikan dan lain sebagainya. Batik, lukisan, ukiran, sastra tidak asing bagi seorang Kartini. Ia juga menghimpun dongeng dan nyanyian rakyat semasa hidupnya.
Kartini berbicara tentang Jawa, namun juga berbicara tentang Hindia (kelak Indonesia). Mungkin tanpa ia sadari, di usianya yang baru dua puluhan, kesadaran kebangsaan telah tumbuh dalam dirinya dan terdokumentasikan dalam tulisan-tulisannya.
Pemikiran tentang emansipasi perempuan juga secara eksplisit tampak dalam surat-suratnya. Begitu pula harapan agar perempuan memiliki kesempatan mengenyam pendidikan dan berperan bagi bangsanya.
Kartini pernah bercita-cita menjadi guru dan berencana belajar lebih jauh tentang pengajaran. Sebuah cita-cita yang sempat kandas. Sesudah menikah, ia juga membuat Sekolah Wanita di Rembang. Setelah Kartini meninggal dan Abendanon mempublikasikan surat-suratnya, berdirilah Kartini Fonds yang mendukung hadirnya sekolah-sekolah Kartini.
Jadi siapa Kartini? Tentang hal ini tentu bisa kita gali dan gali lebih lanjut, dengan catatan, lihatlah ia sebagai sebuah pribadi yang terus berproses dan terus mencari, dibanding memingitnya lagi dalam versi yang kita suka saja [GS]
Back
2018© YAYASAN CAHAYA GURU
DESIGN & DEVELOPMENT BY OTRO DESIGN CO.