
14
Mar 2022
Seri Perempuan Pendidik: NYI HADJAR DEWANTARA
NYI HADJAR DEWANTARA: 100% PEJUANG DAN PENDIDIK
Ia terlahir dengan nama Raden Ajeng Sutartinah (1890-1971). Kelak orang mengenalnya sebagai Nyi Hadjar Dewantara. Benar, ia adalah istri Ki Hadjar Dewantara. Namun, bolehkah sejenak kita melepaskan embel-embel 'istri Ki Hadjar' darinya dan melihatnya sebagai seorang pribadi utuh, seorang perempuan, seorang pejuang, dan pendidik?
Sutartinah merupakan cucu Sri Paku Alam III sekaligus keturunan kelima Pangeran Diponegoro. Sutartinah sudah bekerja sebagai guru bantu di Gondoatmodjo selama tiga tahun sebelum bertunangan dengan dengan Suwardi Suryaningrat (kelak berganti nama menjadi Ki Hadjar Dewantara).
Perjumpaannya dengan Suwardi menjadi pintu masuk ke dunia politik dan jurnalisme yang saat itu ditekuni Suwardi. Ia termasuk yang paling sibuk menggalang dukungan saat Suwardi dipenjara sebelum ikut menjalani pengasingan ke Belanda sebagai istri Suwardi.
Di tanah buangan, Sutartinah yang cekatan mengatur dana yang sangat terbatas untuk para buangan politik. Bahkan mengajar di Taman Kanak-kanak Weimaar untuk mencukupi kekurangan pendanaan. Ia supel, mandiri, dan tak banyak mengeluh. Saat lagi-lagi Suwardi dan rekannya Tjipto Mangunkusumo bermasalah dan dicokok intelijen Jerman, Sutartinah jualah yang mengupayakan pembebasan. Sutartinah dan Suwardi menjalani pembuangan di Belanda tahun 1913-1915.
Kembali ke Batavia, Sutartinah dan Suwardi menginisiasi berdirinya Taman Siswa. Ia juga menginisiasi berdirinya organisasi Wanita Taman Siswa dan membina Taman Indria serta Taman Muda dalam lingkup Taman Siswa. Ia dan beberapa kawannya juga menghimpun tujuh organisasi yang menjadi cikal bakal terlaksana ya Kongres Perempuan I di Yogyakarta pada tahun 1928. Saat itu, ia sudah menggunakan nama Nyi Hadjar Dewantara.
Taman Siswa tak selalu berjalan mulus dan terhalang aturan Ordonansi Sekolah Liar yang dikeluarkan Pemerintah Belanda. Sementara Ki Hadjar mengadakan kampanye terbuka untuk menolak aturan ini, Nyi Hadjar bergerilya memimpin guru-guru mendatangi anak-anak dari rumah ke rumah untuk mengajar. Konsekuensinya, setiap guru harus siap ditangkap. Penangkapan tidak menyurutkan semangat, satu guru ditangkap, satu orang lain siap menjadi sukarelawan untuk mengisi kekosongan. Demikianlah Nyi Hadjar terus berjuang di jalur pendidikan apapun situasi dan kondisi bangsa.
Kata orang, ada perempuan hebat di balik laki-laki hebat. Kata orang pula, ada laki-laki hebat di balik perempuan hebat. Kata kami, tak ada yang perlu dibalik-balik. Kehebatan itu ada karena perempuan dan laki-laki bisa berkolaborasi mengerjakan perbaikan dan kebaikan seperti Nyi Hadjar dan Ki Hadjar Dewantara.
Nyi Hadjar Dewantara di mata suaminya dan para pendidik di Taman Siswa adalah sang penguak zaman yang menebar kebajikan. Bagaimanakah ia di matamu? [GS]