
RUHANA KUDDUS: PEREMPUAN MENGUAK DUNIA
Siti Ruhana lahir pada 20 Desember 1884 di Kotogadang, Minangkabau. “Guru Kecil Ruhana” itu sebutan yang disematkan kepadanya, karena tak sungkan berbagi kepandaian kepada teman sejawatnya. Menjadi teman belajar membaca dan menulis bagi kawan-kawannya, merupakan langkah awal mula Ruhana dikenal seantero di Simpang Tonang Talu yang mendapatkan banyak pujian dan kekaguman dari masyarakat kepadanya.
Pendidikan dari Alam Keluarga
Ruhana hidup pada zaman yang memberikan batasan kepada kaum perempuan, khususnya akses pendidikan. Akan tetapi, Ruhana mendapatkan dukungan pendidikan dari lingkungan keluarga yaitu orang tua kandung dan orang tua angkatnya, hingga pada masa belia Ruhana tumbuh menjadi perempuan berpengetahuan luas, dapat membaca dan menulis huruf Arab dan Latin, serta mahir berbahasa Melayu dan Belanda. Selain itu Ruhana juga pandai dalam menjahit, menyulam dan merajut, pada saat itu keterampilan tersebut hanya dimiliki oleh perempuan Belanda.
Sekolah Keterampilan Perempuan
Kepandaian Ruhana tidak disimpan sendiri, ia tetap berbagi ilmu pengetahuan sesama perempuan, satu diantaranya dengan mendirikan sekolah Kerajdinan Amai Setia (KAS) bersama para perempuan di Kotogadang. Tujuan perkumpulan ini tidak lain sebagai upaya memajukan perempuan di Kotogadang dalam berbagai aspek kehidupan dalam rangka mencapai kemuliaan seluruh bangsa. KAS para perempuan mendapatkan akses pendidikan antara lain pengelolaan keuangan, menulis, membaca, bahasa, dan kerajinan tangan (merajut, menjahit, menenun, dll).
Belakang ia juga mendirikan Ruhana School yang dibuka untuk para gadis serta ibu rumah tangga di Bukittinggi, yang ingin menambah ilmu pengetahuan, penghasilan tambahan, serta keterampilan tangan yaitu membordir menggunakan mesin.
Berbagi Cerita Perjuangan dengan Menulis
Tak hanya mengajar, Ruhana pun gemar menulis untuk menyuarakan isu perempuan melalui surat kabar Poetri Hindia, namun setelah ada surat kabar tersebut tutup pemerintah Hindia, keinginan kuat berbagi cerita perjuangan untuk kaum perempuan akhirnya dapat tetap tersalurkan dengan berdirinya surat kabar Sunting Melayu, yang dipimpin langsung oleh Ruhana yang dibantu oleh Ratna Djoewita dan Zahara.
Tulisan Ruhana menyoroti kehidupan kaum perempuan pada masa itu, namun boleh jadi masih relevan hingga saat ini dengan sisi pandang yang luas mulai dari masalah kondisi lingkungan, adat, agama, ekonomi, kesehatan, pendidikan, hingga politik, yang mana perempuan selalu menjadi korban. Melalui tulisannya Ruhana berbagi wawasan, membela dan mengajak kaum perempuan untuk bangkit menuntut hak-haknya.
Ruhana Kuddus Wartawati Pertama
Ruhana Kuddus lahir pada tanggal 20 Desember 1884, dan wafat di Kotogadang pada 17 Agustus 1972, yang merupakan wartawati pertama di Indonesia. Beliau juga mendapatkan gelar sebagai Pahlawan Nasional yang dikukuhkan oleh Presiden Joko Widodo pada tahun 2019. (FI)