05
Mar 2022
Mengenal Kiprah Transpuan di Ranah Publik
Post by: Yayasan Cahaya Guru
Share:  
 

Bunda Mayora, dan Pengalaman Diskriminasi Transpuan di Pendidikan

 

Hingga saat ini, transgender masih sering mendapat tindakan diskriminatif dan stigma di lingkungan masyarakat. Akibatnya, hak-hak mereka untuk mendapatkan akses pendidikan, pekerjaan, kesehatan, dan partisipasi dalam ranah publik terabaikan. Pertanyaannya, mengapa demikian?

 

“Saya lahir di lingkungan yang patriarkis. Saat remaja seringkali mendapat stigma ngondek, homo, banci, dll. Saya mencoba untuk memutus stigma itu. Ikut latihan taekwondo tapi tetap saja, stigma itu tidak hilang. Meskipun menghadapi banyak tantangan, saya menerima diri saya” tegas Bunda Mayora dalam acara Pojok Shahnaz yang disiarkan melalui akun instagram shahnaz.haque, Sabtu 5 Maret 2022. 

 

Bunda Mayora menceritakan pengalamannya mendapatkan perlakuan diskriminatif dalam pendidikan. Perilaku bullying dan tindakan diskriminasi seringkali muncul dari sesama pelajar ataupun guru. Meski begitu, ia menyatakan bahwa pendidikan sangatlah penting. Oleh sebab itu, ia menyarankan teman-teman transgender untuk tetap mengakses pendidikan. 

 

“Saya sangat menganjurkan bagi siapapun termasuk kaum transpuan untuk tetap bersekolah dan tetap menempuh jalur pendidikan, karena hal tersebut sangatlah berpengaruh dan itu sudah pernah diterapkan oleh saya sendiri. Anak-anak transpuan memiliki potensi-potensi yang sangat disayangkan apabila terputus (tidak melanjutkan pendidikan) karena hanya takut apabila dibilang berbeda dengan yang lainnya”, terang Bunda Mayora.

 

Perjuangan dari Bunda Mayora sangatlah patut diteladani. Keberhasilannya tersebut bahkan juga dijadikan sebagai simbol penerimaan keragaman di Sikka yang merupakan tanah kelahiran dari Bunda Mayora.

 

Henny Supolo Sitepu ketua Yayasan Cahaya Guru dalam kesempatan yang sama, menyatakan apa yang disampaikan Bunda Mayora sangat tepat. Dia mengapresiasi keberanian dan kemandirian Bunda Mayora dalam memutuskan haknya sendiri.

 

“Yang hilang dari pendidikan di Indonesia adalah kemandirian, namun dari cerita yang disampaikan oleh Bunda Mayora adalah kemandirian yang dimilikinya. Artinya kekuatan Bunda Mayora sangat luar biasa dan sangat percaya diri.” demikian Henny Supolo mengutip ucapan Prof Tilaar sebagai pembuka pendapatnya.

 

Psikolog, Ifa H. Misbach, dalam kesempatan yang sama menyatakan orang tua seharusnya tidak menghakimi. Hal itu dapat berpotensi memperburuk keadaan. Orang tua semestinya bisa menerima dan menemani setiap langkah anak-anak tersebut. 

 

“Belajar banyak dari apa yang disampaikan dan diceritakan oleh Bunda Mayora. Orangtua berperan penting dalam tumbuh kembang anak-anak transgender, karena hal tersebut sangatlah berpengaruh terhadap tumbuh kembang anak-anak transgender. Penerimaan dari orang tua sangatlah penting!”’ Ungkap Ifa H. Misbach.

 

Menurut Henny Supolo, ruang perjumpaan dapat digunakan meretas prasangka dalam merajut indahnya harmoni perbedaan. Ruang perjumpaan juga dapat digunakan sebagai media informasi publik. Dia mengapresiasi apa yang dilakukan oleh Shahnaz Haque dalam upayanya untuk menyebarkan informasi-informasi menarik seperti ini.

 

“Apa yang disampaikan oleh Bunda Mayora serta inisiasi yang dilakukan oleh Shahnaz Haque mengingatkan bahwa pentingnya diadakannya ruang perjumpaan, sehingga dapat mengedukasi banyak orang lain melalui ragam platform dan kemasan yang menarik.”, tutup Henny Supolo.

 

Diskusi yang dipandu Shahnaz Haque tersebut berlangsung santai dan penuh tawa. [FA/MM/AK]

 

----------

 

Link rekaman kegiatan:

https://www.instagram.com/tv/Cat_p3gp0Tt/?utm_medium=copy_link

Back
2023© YAYASAN CAHAYA GURU
DESIGN & DEVELOPMENT BY OTRO DESIGN CO.