22
Jan 2020
PENDIDIKAN UTUH DI RUMAH BELAJAR SEMI PALAR
Post by: Yayasan Cahaya Guru
Share:  
 

Baru pertama kali saya melihat pesantren yang bentuk bangunannya bernuansa Tionghoa. Kalau tidak ada papan Pondok Pesantren Kauman, tidak ada orang yang mengira bangunan itu adalah sebuah pesantren. Saat Bertemu Gus Zaim pertama kali, orang akan merasa adem, karena pembawaan beliau menenangkan. Saat di perjalanan, Gus Zaim memberi kabar melalui mas Pop,”Setelah membaca TOR semalam, saya diskusi bersama istri. Supaya memberi nilai lebih, kami inapkan mereka di pesantren saja. Mereka bisa lebih berbaur, tanpa wajib mengikuti anak-anak santri. Dua kamar untuk murid dan dua kamar untuk pendamping. Suwun”. Betapa kagetnya saya menerima kebaikan tersebut. Langsung saya telepon lagi, untuk ucapkan terima kasih sekaligus menyampaikan kekhawatiran, karena sebagian teman-teman itu non-muslim. Dengan santainya Gus Zaim menjawab, “Nggak apa-apa mas, di pesantren saya ini ada santri yang Katolik. Tidak perlu khawatir. Pesantren saya ini pesantren internasional”. (Sejuta Tapak Andaliman, 2015)

Konsep Pendidikan yang Utuh

Kisah di atas adalah petikan tulisan Kak Andy yang melakukan perjalanan bersama Kelompok Andaliman ke Bandung, Lasem dan Semarang dalam buku Sejuta Tapak Andaliman. Ia adalah bagian dari keluarga besar Rumah Belajar Semi Palar, lembaga pendidikan yang menerapkan program belajar yang berbeda dari sekolah-sekolah umum. Semi Palar bermakna “tumbuh menjadi harapan”. Terdapat keragaman konsep pendidikan pada masyarakat. Semi Palar menawarkan konsep pendidikan keluarga, yang mendorong partisipasi orang tua dalam setiap kegiatan sekolah, sehingga peserta didik dapat tumbuh kembang menjadi pribadi utuh.

“Sejak lama kami melihat, ada sekat-sekat di sekolah umum, terutama yang berlatar belakang agama, “tutur Kak Andy. “Dari pengalaman itu, di tahun 2004 kami merintis sekolah ini berlandaskan pendidikan holistik, sesuai prinsip keragaman dan tujuan sistem pendidikan nasional. Namun dalam pelaksanaannya sering kali tidak sejalan karena kurikulum sebelumnya kurang mendukung, dan mulai diperbaiki pada Kurikulum 2013 yang bersifat tematik. Sebetulnya Kurikulum 2013 itu terobosan besar untuk Indonesia walaupun dalam penerapannya tidak mudah. Cara berpikir parsial sebagian guru, kepala sekolah, dan birokrasi, menjadi hambatan pelaksanaan kurikulum tersebut.”

Pendidikan anak secara utuh di Semi Palar akan berhasil saat orang tua sebagai pendidik, aktif melibatkan diri dan berperan sebagai mitra guru. Istilah Rumah Belajar menerangkan bahwa di Semi Palar bukan hanya murid yang belajar, tetapi berlaku bagi guru, orang tua, staf manajemen, dan masyarakat sekitar.

Menemukan “Bintang” Melalui Kegiatan Tematik dan Aktif

Pendidikan di Semi Palar dilaksanakan melalui kegiatan pembelajaran tematik dan aktif, yang mengintegrasikan berbagai bidang ilmu. Hal ini ditujukan agar anak belajar bahwa segala sesuatu saling terkait. Adapun pembelajaran aktif menekankan proses pengenalan dan penemuan diri, yang dinamakan “menemukan bintangku sendiri”. Ketika anak menemukan jati diri, kehidupannya akan bermakna dan berbahagia.

Pembelajaran tematik dan aktif dilaksanakan sejak 2006 yang dimulai dari jenjang SD dan dilanjutkan pada jenjang SMP dengan kegiatan proyek nyata. Jelajah Bandung bagi kelas 7, Jelajah Jawa bagi kelas 8, dan Jelajah Nusantara bagi kelas 9. Di dalam setiap tema besar, terdapat beberapa sub-tema proyek harian yang mencakup lintas mata pelajaran.

Taki-Taki dan Selametan

Taki-taki (ancang-ancang, Bahasa Sunda) merupakan rangkaian kegiatan bersama orang tua murid setiap awal tahun, untuk meninjau ulang visi, misi, dan program tahunan sekolah. “Kami mengajak orang tua berkumpul. Di sini kami jelaskan tujuan dan tema besar tahun ini apa, supaya orang tua juga tahu. Setelah taki-taki selesai, kami mengadakan selametan. Itu kan budayanya Indonesia ya. Kita selametan dulu semoga tahun ini selamat,” harap Kak Andy.

Selametan dimaknai sebagai kegiatan bersama memohon pendampingan dan berkat Sang Kuasa untuk kelancaran penyelenggaraan suatu kegiatan tahunan, yang diharapkan dapat menumbuhkan semangat kebersamaan, belajar saling mengenal, dan membangun keakraban.

Perjalanan Tak Terlupakan

Buku Sejuta Tapak Andaliman merupakan dokumen penerapan pendidikan holistik. Dikisahkan, pada bulan April 2015 para siswa SMP kelas 8 mengunjungi Lasem, dilanjutkan ke Semarang dan kembali ke Bandung. Setiap anak menuliskan pengalamannya sebagai anggota Andaliman, dengan penggalian data kreatif , tidak hanya mengamati, mewawancarai, namun terlibat dalam kegiatan masyarakat. Sepanjang perjalanan, mereka diasah kepekaan, kemandirian, kreativitas dan kemampuan berpikirnya. Bagian tersulit adalah menjaga semangat supaya perjalanan ini selesai sampai tahap penulisan.

Mereka menuliskan berbagai dinamika kehidupan umat agama, budaya, sejarah, seni, dan kuliner dengan gaya khas remaja. Perjalanan yang sangat berharga, penuh dengan pengalaman dan pelajaran berharga.

Menggali Kearifan Lokal

Program Wawasan Nusantara bagi kelas 9 bertujuan untuk menemukenali kearifan lokal dengan melakukan penelitian di kampung-kampung adat. Mereka pergi ke desa Cireundeu, kawasan Cimahi. “Di sini singkong menjadi makanan pokok, padahal warga desa sekitar makan nasi. Singkong dikukus lima belas menit, jadi seperti nasi. Tradisi ini berlangsung sejak tahun 1924, yang berdampak pada kemandirian pangan bagi masyarakat adat,“ tutur Kak Andy.

“Siswa tinggal bersama warga di rumah-rumah panggung berdinding bilik. Mereka mengamati, mewawancarai, berpartisipasi pada kegiatan warga, dan mendokumentasikannya menjadi sebuah buku. Pernah suatu ketika murid- murid kelas 9 pergi ke Kampung Naga, kemudian ke Cigugur Kuningan, untuk belajar keragaman. Mereka bertemu satu keluarga, bapaknya Sunda Wiwitan, kakaknya Islam, adiknya Kristen. Jadi dalam satu rumah itu ada penganut tiga agama berbeda,” lanjut Kak Andy.

“Kami peduli pada kearifan lokal, sehingga mengajak anak-anak untuk berinteraksi dengan mereka. Saya punya beberapa teman budayawan, sering diskusi, dan kita mintai bantuan melatih pencak silat, yaitu Aki Muzidin dari Cianjur.”

“Di bahasa Sunda, dikenal empat baris;


Nyaho can tangtu ngarti (tahu belum tentu mengerti)

Ngarti can tangtu bisa (mengerti belum tentu bisa)


Bisa can tangtu tuman (bisa belum tentu terbiasa)


Tuman can tangtu ngajadi (terbiasa belum tentu menjadi)

Ngajadi itu menjadi, ilmu itu menjadi bagian diri kita. Saya mendapat itu dari Abah Iwan. Maka kurikulum kami sangat lokal, betul-betul kami godok sendiri bersama tim, kami terus berdiskusi, membangun kurikulum kita sendiri,” demikian tutur Kak Andy.

Penanaman Nilai-Nilai Pancasila

Tujuan kegiatan “Menjaga Bumi Indonesia” menekankan bahwa tanggung jawab menjaga Bumi Indonesia dan segala isinya berada di tangan kita, sebagai perwujudan rasa syukur terhadap Tuhan. Keragaman peserta yang terlibat dalam kegiatan ini mencerminkan moto Bhinekaan Tunggal Ika, walaupun berasal dari suku, status sosial, agama atau keyakinan yang berbeda tetapi disatukan oleh tujuan yang sama.

Seluruh aktivitas ini mencerminkan nilai Pancasila. Merawat alam adalah perwujudan rasa syukur yang merefleksikan sila Ketuhanan, kemanusiaan yang adil dan beradab, sekaligus keadilan sosial. Keragaman asal-usul peserta merupakan perwujudan sila persatuan. Sedangkan kegiatan berdiskusi untuk mencari solusi terbaik adalah penerapan sila permusyawaratan.

Dalam penerapan pendidikan holistik, setiap angkatan, murid akan melakukan proyek penelitian secara berkelompok. Tahun ini kelas 1, 2, dan 3 meneliti jenis-jenis bebatuan yang ada di Indonesia. Penamaan kelompok diambil dari nama-nama bebatuan. Ada Safir, Kecubung, Ametis dan masih banyak lagi. Murid-murid akan melakukan pendalaman seperti asal dari mana, nilai jual, proses penambangan batu, bahkan kehidupan penambang atau penjual batu. Dari kegiatan tersebut, murid banyak belajar tentang aspek ekonomi, geografi, sosial, dan menumbuhkan sikap empati.

Tahun lalu murid-murid meneliti keragaman budaya nusantara. Saat mengamati beberapa suku dan budaya di Indonesia, murid-murid belajar menghargai keragaman, menjaga toleransi, dan persatuan bangsa.

Berbaur Bersama Menjaga Lingkungan

Bagaimana strategi melibatkan masyarakat sekitar dalam kegiatan sekolah? “Menjelang Idul Fitri, kami menyelenggarakan Pasar Ramadhan. Kegiatan ini digagas dan dilaksanakan orang tua murid. Kami mengumpulkan baju, tas, sepatu, mainan, dan semua barang layak pakai kemudian dijual dengan harga murah untuk warga sekitar.”

Kami berharap kegiatan Pasar Ramadhan ini dapat meringankan beban warga menjelang lebaran. Meskipun warga sekitar tidak semua merayakan, namun mereka turut aktif dan mengapresiasi. Kegiatan ini memberikan pelajaran bagi para murid tentang hidup bermasyarakat.

Awal pendirian Rumah Belajar Semi Palar, masyarakat sempat resah karena prasangka buruk tentang Semi Palar. Namun karena seringnya perjumpaan, perlahan situasi mulai berubah. Terkadang, anak-anak melakukan pembelajaran bertemu dengan masyarakat di sekitar sekolah. Misalnya mempelajari soal sumur timba, pompa, dan sumber air. Ketika belajar memasak, anak-anak akan membeli bahan di warung warga.

Lima aspek holistik menurut Semi Palar adalah nurani, karakter, jasmani, nalar, dan kreativitas, yang diterapkan dalam keseharian. Sekolah mendorong murid-murid peduli lingkungan, bahkan ada Hari Rumput yang diadakan agar rumput di lapangan tetap terjaga. Rumput yang sehari-hari diinjak, dibuat untuk berguling-guling harus dijaga, seperti juga manusia menjaga sesama.

Jabawaskita

Setiap hari Jum’at digelar Jabawaskita (Jam Baca Wawasan Kisah dan Cerita), kegiatan untuk meningkatkan minat baca. Para siswa dan fasilitator berkumpul bersama membaca buku. “Kami fokus pada nilai-nilai kehidupan bukan hanya pada ujian dan nilai rapor. Kami mendorong murid untuk terus berkarya dan berbagi pengalaman melalui tulisan, baik dalam bentuk cetak maupun digital pada blog masing-masing. Orang tua dapat berpartisipasi pada kegiatan mendongeng, Festival Buku (Fesbuk), dan sebagai teman belajar murid-murid”

“Anak-anak pernah bersama Pak Sariban, pencabut paku di pohon-pohon. Pak Sariban mendapat paku berkilo-kilo. Meskipun tidak digaji, dia melakukan pekerjaan itu setiap hari. Setelah anak-anak kembali ke sekolah, mereka bisa menyimpulkan bahwa Pak Sariban adalah seorang pahlawan. Jadi pahlawan bukan hanya Sukarno, Hatta, Sudirman, dan lain-lain. Ini sangat sesuai dengan Pendidikan Kewarganegaraan” papar Kak Danti.

Jum’atan SMIPA

Setiap hari Jum’at, Semi Palar mengadakan dua kegiatan, yang pertama sholat Jum’at, yang kedua adalah koordinasi rutin mingguan kakak SMIPA (Semi Palar). Murid dan fasilitator bersama-sama mengevaluasi proses pembelajaran yang sudah berlangsung dan menyiapkan rangkaian kegiatan pada pekan berikutnya. Koordinasi mingguan ini disebut juga Jum’atan.

Jum’atan SMIPA merupakan forum koordinasi kakak lintas jenjang dari KB (Kelompok Bermain) hingga KPB (Kelompok Petualang Belajar). Moderator dan notulis Jum’atan adalah dua kakak yang secara acak bergantian lintas jenjang, supaya terus berlatih memimpin forum dan membuat catatan pertemuan. Ruangan pertemuan juga selalu bergantian, supaya semua kakak berkesempatan menjadi tuan rumah, dan semua keluarga besar Semi Palar saling mengunjungi. Seusai koordinasi, kakak-kakak yang memimpin Jum’atan juga bertugas memimpin renungan mingguan, dengan berbagai cara diantaranya membaca puisi, kisah-kisah inspiratif atau berbagi pengalaman antar peserta didik.

Nyaba Lembur

Nyaba Lembur merupakan kegiatan kelas 7 untuk melatih kemampuan berinteraksi, beradaptasi, dan meningkatkan empati dan kepedulian lingkungan. Sejak awal, setiap anak semangat, tidak sabar ingin segera memulai. Berbagai persiapan dilakukan, diantaranya riset persiapan konsep Nyaba Lembur, pengamatan, simulasi interaksi, dan berkemas. Persiapan dilakukan juga di rumah, lewat bingo kemandirian, dan membuat kesepakatan dengan orang tua.

Pada hari kedua, mereka langsung menyesuaikan diri dengan situasi yang tidak selalu sesuai dengan simulasi sebelumnya di kelas. Mereka menjalin pertemanan dengan anak-anak sekitar dan berpartisipasi dalam berbagai aktivitas keseharian warga.

Setiap hari para murid mendapat taklimat siang dan malam, agar proses adaptasi dan pelajaran mereka berjalan baik. Anak-anak bermain bersama dengan teman-teman baru, seperti bermain bola, menjelajahi kebun teh, sungai, desa, menari, dan sebagainya. Mereka diberi kesempatan berbagi pengalaman dan menuliskannya menjadi refleksi harian.

Beberapa nilai kehidupan penting yang mereka dapatkan dari pengalaman Nyaba Lembur diantaranya “Bahagia itu sederhana”, “Silaturahim adalah kunci kesuksesan”, “Aku menyayangi keluarga”. Kakak-kakak pun mengingatkan agar berbagai pemaknaan positif yang mereka dapatkan tidak saharitaeun, hanya sekejap ketika berada di sana, tapi harus dapat mereka bawa dan terapkan di rumah, di Bandung, di manapun mereka berada.

Back
2023© YAYASAN CAHAYA GURU
DESIGN & DEVELOPMENT BY OTRO DESIGN CO.