
Mendalami jasa pahlawan bisa melalui berbagai media. Salah satunya, melalui seni pertunjukan. Hal ini yang dilakukan oleh Yayasan Cahaya Guru (YCG) bersama dengan 15 guru Sekolah Guru Kebinekaan (SGK), Minggu 3 Februari 2019. Guru-guru menyaksikan pementasan “Nyanyi Sunyi Revolusi” sebuah pementasan teater tentang penyair Amir Hamzah.
Amir Hamzah adalah sosok penting dalam perkembangan sastra Indonesiamodern. Melalui kumpulan puisi Buah Rindu (1937) dan Nyanyi Sunyi (1941), dia dijuluki “Raja Penyair Pujangga Baru” oleh kritikus H.B Jassin.
Amir Hamzah bersama Sutan takdir Alisyahbana dan Armijn Pane mendirikan Majalah Poejangga Baroe. Sebuah majalah sastra yang menyemai gagasan dinamis dalam perkembangsan sastra dan budaya di Indonesia, termasuk menakankan pentingnya kesadaran nasionalisme.
Nyanyi Sunyi Revolusi berhasil mengisahkan kompleksitas percintaan terhadap negara dan kekasihnya. Selama menempuh pendidikan di Solo ia menjalin kasih dengan seorang putri Jawa, Ilik Sundari. Namun, Amir muda harus kembali ke Langkat untuk memenuhi panggilan kesultanan dan menikah dengan Tengku Putri Kamaliah.
Amir Hamzah meninggal pada usia 35 tahun saat berkecamuknya revolusi sosial tahun 1946 di Sumatera Timur. Amir meninggal di tangan Ijang, algojo yang tidak lain adalah guru silatnya semasa kecil.
Pementasan selama lebih kurang dua jam ini cukup menguras perasaan, namun juga penuh pelajaran.
“Teater ini memberi kontribusi untuk menguatkan ingatan sejarah tokoh Sastrawan Pujangga Baru yang memperkaya kesusastraan Indonesia.” tegas Endah Priyanti, Guru Sejarah SMA N 12 Bekasi.
Ha senada dirasakan oleh Rizal Lubis, Guru SMA Budaya Jakarta. Menurutnya, pertunjukan ini menyadarkannya, apa yang sudah diberikan untuk bangsa dan negara selama ini.
“Dari Amir Hamzah saya belajar, bahwa siapapun dengan latar belakang apapun dapat berkontribusi untuk kemajuan bangsa dan negara, tidak pandang suku, kelas sosial dan budayanya. Karakter inklusif seperti ini sangat dibutuhkan oleh saya dan para pendidik lainnya ditengah tantangan merebaknya sikap intoleran, primordialis.” Pungkasnya. (MM)