"Saya termasuk yang senang atas peraturan pemerintah mengenai zonasi sekolah. Dengan sistem zonasi, anak-anak kita bergaul dalam perbedaan, mereka tidak di kungkung menurut apa yang ada di kepalanya, atau menurut apa yang ada di latar belakangnya." Demikian ungkap Henny Supolo dalam kegiatan peluncuran dan diskusi buku, karya Salil Shetty yang diselenggarakan oleh Yayasan Yap Thiam Hien, Kamis (23/3) di Jakarta.
Henny menuturkan,"Dengan sistem zonasi sekolah, anak-anak yang memiliki kebutuhan khusus, anak-anak yang kurang mampu, anak-anak yang memiliki nilai kurang baik, bisa disatukan dalam satu sekolah. Dan menurut saya inilah keadilan dalam pendidikan."
Yayasan Cahaya Guru memiliki kepercayaan bahwa sekolah negeri merupakan tempat utama penyemai kebinekaan, yang mana memberikan ruang pertemuan peserta didik yang berbeda. Para peserta didik dapat lebur dalam kerjasama, juga dapat lebih lentur untuk saling belajar tentang toleransi dan keberagaman.
Keyakinan tersebut bukan tanpa dasar, sesuai atas apa yang disampaikan oleh Ki Hadjar Dewantoro pada tri sentra pendidikan. Alam pergerakan pemuda, merupakan tempat peserta didik untuk saling bekerjasama dalam perbedaan. Seharusnya perbedaan pada alam pergerakan pemuda dapat disikapi secara dewasa, yang pada akhirnya memberikan bekal kehidupan kepada peserta didik.
Alam pergerakan pemuda tak hanya berbicara kerjasama, namun juga berbicara tentang keadilan. Peserta didik dapat dengan nyata melihat juga merasakan keadilan, bukan tentang sama dapat sama rasa, namun keadilan yang proporsional. Ruang pertemuan dengan mereka yang berbeda, tak melulu berbicara tentang toleransi namun lebih dari itu.
“Seharusnya kita mau bersuara lantang, dan saya kira arahnya jelas. Dalam sisi pendidikan kita semua bisa tiga pusat pendidikan ini, negara harus memastikan keadilan. Zonasi ini seharusnya bisa menjadi jalan untuk mendapatkan keadilan itu, sehingga sekolah-sekolah tidak diberi label sampai akhirnya hanya mereka yang tertentu yang dapat meraih label tersebut”, tutup Henny Supolo.
