Pada pertemuan kali ini, SGK membahas topik Meneguhkan Komitmen Keragaman, Kebangsaan, dan Kemanusiaan. Kegiatan akan dimulai dengan menonton film Ahu Parmalim. Film ini menceritakan Carles Butar Butar (17 tahun), seorang remaja Parmalim yang menjalani dua peran besar dalam hidupnya, sebagai anak yang membantu ekonomi keluarga dengan bekerja di sawah serta remaja yang berusaha meraih cita-citanya sebagai Polisi. Cita-cita tersebut tidak sepenuhnya didukung oleh keluarga karena kemampuan ekonomi mereka. Meski demikian, Carles memiliki caranya sendiri dalam menyikapi hal tersebut. Ia terus berusaha dan berpegang pada ajaran agama yang ia yakini.
Ugamo (agama) Malim adalah salah satu kepercayaan di Indonesia. Orang umum sering mengenal penghayatnya sebagai Parmalim. Inti ajarannya serupa dengan ajaran agama lain. Rasanya beragam agama dan kepercayaan tersebut pernah bersepakat tentang bagaimana hidup bersama dalam kebaikan. Dalam film ini kita menemukan kekhasan Ugamo Malim misalnya bahasa, cara beribadah, ritual, lantunan gondang, simbol-simbol agama serta ekspresi khusyuk para penghayatnya. Hal yang sungguh menarik adalah sejarah pendidikan Parmalim. Dari dulu mereka terbuka akan hal-hal baru. Remaja Parmalim didorong untuk mempelajari beragam hal, baik perempuan maupun laki-laki.
Setelah menonton film berdurasi 24 menit tersebut, kemudian dilanjutkan dengan diskusi bersama dengan tim produser yakni Dian dan Prima Rusdi. Selain itu, hadir pula narasumber dari penghayat Ugamo Malim, Maradu H Naipospos.
Produser film Ahu Parmalim, Dian menuturkan, sebelum menggarap film ini Yayasan Kampung halaman memang mempunyai perhatian terhadap kehidupan remaja-remaja di perkampungan, terutama pemuda dari penghayat kepercayaan. Sebelum berkolaborasi dengan Parmalim, mereka juga sudah berkolaborasi dengan Sunda Wiwitan di Cigugur, Kuningan, Jawa Barat. Tujuan mereka adalah membantu para remaja untuk membuka akses mobilitas sosial mereka. Baik fisik maupun pengetahuan.
Film Ahu Parmalim ini sendiri adalah film yang tidak direkayasa ceritanya. “Semua cerita di film ini adalah cerita Charles” tegas Dian. Charles dan pemuda Parmalim adalah remaja-remaja yang mempunyai semangat tinggi dalam menggapai cita-cita.
Hal tersebut dibenarkan oleh Maradu. Maradu adalah sepupu Charles. “Waktu senggang kami hanya hari sabtu malam. Karena kalau waktu senggang kami akan membantu orang tua di ladang. Dari jam 6 pagi sampai 6 petang” kenang Maradu.
Maradu menegaskan ajaran Ugamo Malim secara sederhana ada dua macam. Yakni; mengerjakan yang baik, dan menjauhi yang tidak baik. Ugamo malim juga sangat terbuka, sehingga bisa bergaul dan berteman dengan siapa pun. “Pemuda dalam Ugamo Malim sangat patuh terhadap orang tua, kami sadar, kamilah yang akan menjadi generasi penerus di masa yang akan datang” ungkap Maradhu.
Salah satu tim produser, Prima Rusdi menuturkan, Charles adalah remaja yang sangat pekerja keras. Dia punya cita-cita menjadi polisi. Beruntung dia bisa belajar di sekolah yang bisa menerima dia dengan baik. Berbeda dengan pemuda Sunda Wiwitan yang menurut Prima masih belum bisa mendapatkan akses pendidikan yang seharusnya diterima. Melalui yayasan Kampung Halaman dia akan terus berusaha mengangkat cerita-cerita remaja seperti Charles tersebut.
Guru-guru terlihat antusias melihat film dan mengikuti diskusi ini. Wahyu, salah satu guru peserta SGK merasa bahwa film ini sangat bagus untuk mengenalkan perbedaan kepada murid-murid di sekolah. “Untuk mengenalkan bagaimana kehidupan pemuda penghayat Parmalim, film ini sangat bagus. Bagaimana kami bisa memperolehnya?” tanya Wahyu kepada produser. Keinginan tersebut kemudian disambut baik oleh tim produser.
Setelah menonton dan diskusi film Ahu Parmalim, pada sesi selanjutnya peserta SGK melakukan refleksi dan evaluasi SGK 2017. Refleksi dan evaluasi bertujuan untuk melihat sejauh mana efektivitas SGK 2017, serta bagaimana memperbaiki kegiatan di masa yang akan datang.
Karena ini adalah pertemuan terakhir, kemudian peserta bersama-sama menyanyikan lagu Indonesia pusaka bersama-sama dengan bergandengan tangan.
Foto-foto kegiatan:
|
|
Maradu H Naipospos (memakai sarung) Penghayat Parmalim, Dian, dan Prima Rusdi dari Yayasan Kampung Halaman saat memberikan pemaparan terkait film Ahu Parmalim
|
Para guru berfoto bersama narasumber setelah menonton dan berdiskusi film Ahu Parmalim |